Tak Berguna Obati COVID, Ivermectin Pernah ‘Dipromosikan’ Moeldoko-Luhut-Erick

Jakarta

Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban menyebut beberapa obat yang pernah diklaim bisa melawan virus Corona atau COVID-19 kini terbukti tak bermanfaat. Salah satunya ialah Ivermectin yang pernah ‘dipromosikan’ sejumlah pejabat.

Hal tersebut disampaikan Zubairi dalam unggahan akun Twitter-nya pada Sabtu (5/2/2022). Setidaknya, ada lima jenis obat yang dulu dianggap ampuh melawan Corona namun kini terbukti tak berguna.

“Obat-obat yang dulu dipakai untuk COVID-19 dan kini terbukti tidak bermanfaat, bahkan menyebabkan efek samping serius pada beberapa kasus,” cuitnya, dalan akun Twitter-nya, Sabtu (5/12/2022).

“Ivermectin, Klorokuin, Oseltamivir, Plasma Convalescent, Azithromycin,” lanjutnya.

Nah, Ivermectin yang disebut Zubairi tak bermanfaat melawan Corona itu dulu pernah ‘dipromosikan’ sejumlah pejabat. Antara lain, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir.

Tentang Ivermectin

Dikutip dari jurnal Proceedings of the Japan Academy Series B (PJA Series B), Ivermectin pertama kali dikembangkan untuk menjadi obat antiparasit pada hewan. Pengembangannya dimulai dari kerja sama perusahaan farmasi Merck, Sharp, dan Dohme (MSD) yang berbasis di Amerika Serikat dan institut riset Kitasato di Jepang pada 1970-an.

“Di bawah perjanjian kerja sama riset, peneliti Institut Kitasato mengisolasi organisme dari sampel tanah dan melakukan evaluasi awal bioaktivitas. Sampel yang menjanjikan lalu dikirim ke laboratorium MSD untuk dites lebih jauh sampai akhirnya ditemukan senyawa baru berpotensi yang dinamai Avermectin,” tulis jurnal tersebut.

Riset tersebut dilanjutkan sampai bertahun-tahun kemudian, namun organisme penghasil senyawa Avermectin tersebut hanya ditemukan di tanah Jepang. Avermectin kala itu dideskripsikan sebagai obat revolusioner karena begitu efektif sebagai antiparasit.

Akhirnya, riset berhasil mengembangkan turunan dari Avermectin, yakni Ivermectin, yang mulai digunakan secara luas untuk kesehatan hewan pada tahun 1981. Obat ivermectin biasanya diberikan untuk mengobati sapi yang terinfeksi cacing atau kutu pada hewan peliharaan.

Ivermectin mulai digunakan pada manusia untuk mengobati penyakit onchocerciasis tahun 1988. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi cacing parasit Onchocerca volvulus dan bisa menyebabkan kebutaan.

Sejak saat itu efektivitas dan keamanan obat Ivermectin semakin diakui hingga akhirnya digunakan juga untuk mengobati berbagai penyakit akibat parasit cacing atau kutu lainnya.

Heboh Ivermectin Jadi Obat COVID

Ivermectin menjadi salah satu obat yang bikin heboh di tengah pandemi Corona. Obat cacing ini disebut-sebut sebagai ‘obat’ Corona.

“Hanya tiga pekan setelah menambahkan Ivermectin di New Delhi, kasus terinfeksi yang memuncak 28.395 orang pada 20 April lalu turun secara drastis menjadi 6.430 orang pada 15 Mei. Kematian juga turun sekitar 25 persen pada bulan yang sama,” tutur Sofia Koswara, Vice President PT Harsen Laboratories, dalam rilis yang diterima detikcom pada Juni 2021 silam.

Erick Thohir Sebut Ivermectin untuk Terapi COVID

Menteri BUMN Erick Thohir mengumumkan obat terapi COVID-19 bernama Ivermectin telah mendapat izin dari BPOM. Dia juga menyebut obat itu mendapat lampu hijau dari Kementerian Kesehatan.

“Hari ini juga kami ingin menyampaikan obat Ivermectin obat antiparasit sudah keluar hari ini sudah mendapatkan izin BPOM, kami terus melakukan komunikasi intensif kepada kementerian kesehatan bagaimana sesuai dengan rekomendasi BPOM dan juga Kementerian Kesehatan, obat Ivermectin ini harus dapat izin dokter dalam kegunaannya dalam keseharian,” papar Erick dalam konferensi pers secara virtual, Senin (21/6/2021).

Erick mengungkap Ivermectin sudah mulai diproduksi dengan kapasitas 4 juta obat per bulannya. Dia berharap obat ini bisa menjadi bagian dari solusi untuk menekan lonjakan kasus COVID-19.

“Karena itu obat Ivermectin yang diproduksi Indofarma ini, pada saat ini kita sudah mulai produksi Insyaallah dengan kapasitas 4 juta sebulan ini bisa menjadi solusi juga untuk bagaimana penerapan daripada COVID-19 ini kita bisa tekan secara menyeluruh,” jelasnya.

Dia menyebut Ivermectin bisa menjadi obat dalam terapi COVID-19 yang bisa menurunkan dan mengantisipasi penularan. Harganya juga dianggap cukup murah dengan Rp 5.000-Rp 7.000 ribu per butir tabletnya.

“Saya dapatkan kabar saya rasa cukup gembira, bahwa dalam terapi daripada penyembuhan, mengantisipasi untuk menjaga diri kita sehingga penularan bisa diturunkan, Ivermectin ini dianggap dalam terapi-terapi cukup baik. Karena berdasarkan jurnal-jurnal kesehatan mereka sudah mendapatkan hasilnya dan tentu ini kita sudah lakukan uji stabilitas kemarin,” ujar Erick.

Erick menegaskan Ivermectin bukan obat COVID-19. Dia mengatakan Ivermectin obat terapi COVID-19.

“Kami tegas kan ini obat terapi ini bukan obat COVID-19 tetapi bagian dari salah satu terapi,” ujarnya.

Erick menjelaskan obat ini ditujukan untuk terapi ringan. Dalam lima hari, katanya, cukup memakan obat Ivermectin pada hari pertama, ketiga dan kelima dengan 2-3 butir obat per hari.

Selanjutnya, kata Erick, jika terapi sedang dianjurkan meminum obat lima hari berturut-turut. Erick berharap dengan pengadaan obat melalui anak perusahaan BUMN bisa membantu memudahkan masyarakat mendapatkan obat yang murah terutama pada daerah-daerah terpencil.

Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

Selengkapnya


Posted

in

by

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *