Melihat Desa Terisolir di Muba Sumsel, Berharap Pembangunan dari Pemerintah

Jakarta

Sebuah desa di pelosok Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan (Sumsel) yang terisolir dan berharap perhatian pemerintah. Selain tak dapat dijangkau via jalur darat, desa yang berada di pinggir Sungai Musi tersebut hingga kini tidak memiliki jaringan internet dan puskesmas.

Desa bernama Rantau Keroya (Rako) yang berada di Kecamatan Lais, Muba tersebut memiliki jarak tempuh sekitar 60 kilometer dari pusat kota Sekayu, Muba dan sekitar 120 kilometer dari kota Palembang.

Pantauan detikcom, desa tersebut terdiri dari 3 perkampungan. 2 Kampung diantaranya berada di pinggiran sungai musi, sedangkan 1 kampung lainnya berada di daratan.

Di desa yang berpenduduk 3.000 lebih itu tidak sedikit remaja yang terpaksa harus putus sekolah hanya di bangku sekolah menengah pertama (SMP). Hal itu dikarenakan di desa yang tak dapat dijangkau via jalur darat itu belum ada sekolah menengah atas (SMA).

“Disini belum ada SMA, itu sudah lama. Di sini baru ada SD dan SMP. Tidak sedikit warga yang terpaksa putus sekolah karena tidak mampu untuk bersekolah di luar,” kata Kepala Dusun (Kadus) Kampung 2 Rantau Keroya, Herlandi kepada detikcom, Kamis (24/3/2022).

Jika pun ada, kata dia, tentu yang mampu menempuh jenjang pendidikan tersebut merupakan siswa dari kalangan orang mampu.

“Kalau warga dari kalangan orang berada mungkin sanggup untuk tiap hari naik ketek (perahu) ke sekolah SMA di desa Petaling, malah ada juga beberapa warga yang memilih untuk mengekoskan anaknya disana, itu bagi yang mampu,” ungkap pria yang keseharian mnya biasa di sapa Erlan itu.

Meski demikian, warga di sana terlihat tetap hidup rukun dan berusaha untuk tetap bertahan hidup dengan bekerja sebagai petani maupun nelayan.

Bahkan, sejumlah warga Rako yang menginginkan perubahan pada kehidupannya ternyata kebanyakan lebih memilih merantau demi kehidupan yang lebih baik.

“Ya kalau mau hidup ada perubahan ya harus merantau, seperti jadi pekerja atau buruh di PT PT, kebanyakan yang begitu,” terang Erlan.

Erlan mengaku, tak hanya satu atau dua kali warga dan pemerintah desa Rako mencoba menyampaikan keluhannya kepada pemerintah. Namun sayangnya, hingga kini perjuangan mereka belum membuahkan hasil.

“Kami dari pemerintah desa bersama warga sudah mengajukanannya, tapi ya seperti inilah fakta di sini, jadi warga disini dengan terpaksa hanya bisa menikmati apa yang ada sekarang ini, terpaksa karena sudah terbiasa,” imbuh Erlan.

Selengkapnya


Posted

in

by

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *