Jakarta –
Wakil Ketua MPR Syarief Hasan mengatakan subsidi mobil listrik yang menuai pro kontra di masyarakat tidak seharusnya disegerakan. Ia menyebut di luar pro kontra ini masih ada masalah berat yaitu soal kesejahteraan masyarakat.
Menurut Syarief, pemerintah seharusnya menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran terlebih dahulu sebelum memberikan subsidi mobil listrik. Bukannya malah mendahulukan subsidi mobil listrik sementara kesejahteraan rakyatnya justru memprihatinkan.
“Subsidi mobil listrik itu bagus, tetapi ada yang lebih urgent, yaitu kesejahteraan rakyat. Subsidi mobil listrik, hanya bersifat pelengkap, kita memiliki persoalan yang lebih substantif, yaitu masalah kesejahteraan,” ungkap Syarief dalam keterangannya, Kamis (18/5/2023).
“Kalau kesejahteraan, sudah tercapai maka subsidi mobil listrik yang sifatnya pelengkap, itu juga baik,” sambungnya.
Syarief mengakui subsidi mobil listrik merupakan upaya yang bagus untuk memajukan dunia transportasi. Ia menambahkan ada beberapa negara di belahan bumi lain yang memberikan subsidi serupa.
Namun menurutnya, negara-negara yang memberikan subsidi kepada proyek mobil listrik itu rata-rata kesejahteraan masyarakatnya sudah baik. Sementara di Indonesia, kesejahteraan masih menjadi mimpi karena kemiskinan dan pengangguran masih tinggi.
Adapun kritik soal subsidi mobil listrik ini disampaikan Syarief usai menjadi penguji eksternal pada sidang terbuka Promosi Doktor, Program Studi Administrasi Publik, Muh. Ikramullah Akmal di Universitas Hasanuddin Makassar. Muh. Ikramullah Akmal merupakan salah satu staf tenaga ahli Wakil Ketua MPR.
Disertasi yang diajukan pada sidang tersebut berjudul ‘Governance Network Pada Implementasi Kebijakan Energi Baru Terbarukan di Indonesia’. Wakil Ketua Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat ini pun menyampaikan selamat atas keberhasilan Ikram. Menurutnya, keberhasilan ikram adalah cara yang dibuat dirinya untuk meningkatkan SDM di lingkungan MPR.
Dalam sidang yang dipimpin Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanudin, Dr. Phil Sukri S. IP, M. Si., Syarief menyampaikan sejumlah catatan kritis yang disampaikan Muh. Ikramullah Akmal dalam disertasinya. Salah satunya soal perizinan pembangunan proyek Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang sangat sulit karena harus melewati 61 izin.
“Harus ada perbaikan serta perubahan, di sana-sini, yang diperlukan untuk melakukan peningkatan. Salah satunya mendorong agar birokrasi perizinan dalam menciptakan EBT perlu dirapikan, agar tidak sebanyak sekarang,” pungkasnya.
(akd/ega)