Sebongkah Berlian Ungkap Samudra Tersembunyi di Perut Bumi

Jakarta

Sebuah berlian mengandung satu-satunya sampel mineral yang diketahui berasal dari mantel Bumi, dan mengisyaratkan potensi keberadaan air laut yang tersembunyi jauh di dalam planet kita.

Cacat kebiruan yang tampak indah dalam berlian berkualitas permata dari Botswana, sebenarnya adalah fragmen kecil dari bagian dalam Bumi. Tanda ini menunjukkan bahwa mantel planet kita mengandung air yang setara dengan samudra.

Cacat pada berlian yang secara teknis disebut inklusi, tampak seperti mata ikan. Pusatnya berwarna biru tua yang dikelilingi oleh kabut putih. Inklusi tersebut adalah kantong mineral ringwoodite yang berasal dari kedalaman 660 kilometer ke bawah, tepatnya di batas antara mantel Bumi atas dan bawah.

Ini adalah kedua kalinya para ilmuwan menemukan mineral tersebut dalam bongkahan kristal dari zona ini, dan sampelnya kali ini adalah satu-satunya dari jenisnya yang diketahui sains. Adapun contoh terakhir yang pernah ada, dihancurkan untuk kepentingan menganalisis kimianya.

“Sangat jarang bahkan langka bisa memiliki berlian yang berasal dari wilayah super dalam, dan memiliki inklusi,” kata Suzette Timmerman, ahli geokimia mantel Bumi dan rekan postdoctoral di University of Alberta, yang tidak terlibat dalam penemuan ini, dikutip dari Scientific American.

Penemuan ini menunjukkan bahwa zona yang sangat dalam di Bumi ini basah, dengan sejumlah besar air yang terkunci rapat di dalam mineral di sana.

Meskipun air ini secara kimiawi terikat pada struktur mineral dan tidak mengalir seperti lautan yang sebenarnya, kemungkinan aor tersebut memainkan peran penting dalam proses bagaimana mantel meleleh.

Hal ini, pada gilirannya akan mempengaruhi gambaran besar tentang geologi, seperti lempeng tektonik dan aktivitas vulkanik. Misalnya, air dapat berkontribusi pada pengembangan area mantel yang naik yang dikenal sebagai plume, yang merupakan titik panas untuk gunung berapi.

Bagian mantel yang terbungkus berlian yang menakjubkan ini ditemukan oleh Tingting Gu, seorang fisikawan mineral di Purdue University yang pada saat itu sedang melakukan penelitian di Gemological Institute of America.

Tugasnya adalah mempelajari inklusi langka yang ditemukan dalam berlian. Inklusi dianggap cacat dan tidak diinginkan untuk perhiasan karena mengaburkan kilauan berlian. Di sisi lain, cacat ini menarik bagi para ilmuwan karena mereka menjebak potongan-potongan sampel lingkungan di mana berlian terbentuk ribuan tahun sebelumnya.

Sebagian besar berlian terbentuk antara sekitar 150 hingga 200 km di bawah permukaan Bumi. Tapi segelintir berlian ada juga yang berasal dari kedalaman yang jauh lebih dalam. Seringkali sulit untuk menentukan dengan tepat seberapa dalam asal sebongkah berlian, tetapi sampel baru ini dinilai sangat akomodatif.

Gu dan rekan-rekannya melaporkan temuan ini dalam penelitian yang diterbitkan di Nature Geoscience. Mereka menyebut ringwoodite hanya dapat terbentuk pada tekanan yang sangat tinggi, dan itu tidak ditemukan di kerak Bumi. Namun kadang-kadang, ringwoodite terperangkap di meteorit yang mengalami trauma kosmik besar.

Di mantel Bumi, ringwoodite ada pada tekanan hingga 660 km. Satu sampel ringwoodite terestrial lainnya yang ditemukan, yang ditemukan dalam berlian pada tahun 2014, bisa dikatakan terbentuk dalam jarak 135 km dari kedalaman itu.

BerlianInklusi pada berlian mengungkap mineral di dalam mantel Bumi setara samudra. Foto: Tingting Gu

Dua mineral lain yang ditemukan dalam inklusi baru, ferropericlase dan enstatite, hanya dapat terjadi bersama-sama pada kedalaman 660 km lebih, menunjukkan dengan tepat di wilayah mana berlian terbentuk.

Itu adalah kedalaman yang penting karena kebetulan merupakan batas antara lapisan mantel, di mana gelombang seismik yang bergerak melalui interior Bumi secara misterius mengubah kecepatan.

Ringwoodite menahan air lebih baik daripada ferropericlase dan enstatite, sehingga mineral mungkin melepaskan banyak air saat mengalami perubahan pada batas ini. Perubahan mineral dan kemungkinan pelepasan air dapat menjelaskan mengapa gelombang seismik bergerak secara berbeda melalui wilayah ini.

Inklusi ringwoodite menahan sejumlah kecil air yang terikat pada molekul yang membentuk mineral, seperti yang dilakukan sampel 2014. Ini penting karena hanya ada sedikit bukti langsung bahwa itu benar-benar terjadi, meskipun eksperimen laboratorium sebelumnya telah memperkirakan bahwa mantel itu dapat menyimpan air dalam jumlah besar.

“Penemuan ringwoodite 2014 adalah petunjuk pertama, tetapi sampel kedua ini membuat cerita yang jauh lebih meyakinkan,” kata Timmerman.

Jika mineral tersebut memang sebagian besar tergenang air di zona transisi mantel, air yang tersimpan di kedalaman Bumi dapat dengan mudah melampaui air di permukaan planet.

“Jika Anda hanya memiliki satu sampel, itu bisa saja daerah hidrous lokal. Sementara sekarang kami memiliki sampel kedua, kami sudah dapat mengatakan bahwa itu bukan hanya satu kejadian. Kemungkinan ini akan tersebar luas,” yakinnya.

Langkah selanjutnya adalah mencari tahu dari mana air ini berasal, kata Oliver Tschauner, ahli mineral di University of Nevada, Las Vegas.

Para peneliti mengetahui bahwa lempeng samudra membawa air saat mereka didorong ke dalam mantel oleh lempeng tektonik, tetapi mereka memperdebatkan seberapa dalam air ini dapat melakukan perjalanan.

Mungkin juga air sudah ada sejak Bumi terbentuk. Memahami cara siklus air antara kedalaman dan permukaan Bumi dapat membantu menjelaskan bagaimana ia berkembang menjadi planet terhidrasi selama 4,5 miliar tahun sejarahnya.

“Untuk mempelajari lebih lanjut, peneliti perlu menganalisis elemen jejak dalam inklusi baru,” kata Tschauner.

Mereka juga berharap dapat menemukan lebih banyak ringwoodite bermantel di berlian-berlian berikutnya yang ditemukan di masa depan.

Simak Video “Penemuan Berlian Langka Merah Muda di Angola
[Gambas:Video 20detik]

(rns/fyk)

Selengkapnya


Posted

in

by

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *