TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu mengatakan usulan kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) bersinggungan dengan prinsip keadilan.
Menurutnya, banyak calon jemaah haji yang sudah membayar 15 tahun lalu tetapi harus menanggung tambahan biaya.
Baca juga: Biaya Haji 2023 Naik, Pimpinan Komisi VIII: untuk Keadilan Jemaah Berikutnya
“Pastinya banyak jemaah yang sudah membayar dan seharusnya berangkat misalnya tahun 2022 eh kok disuruh bayar lagi,” ucap Anggito dalam diskusi virtual membahas kenaikan biaya haji ditinjau melalui Istitha, Senin (23/1)/2023.
Anggito menuturkan, belum lagi 50 persen jemaah yang sudah mendapatkan kursi haji tahun 2020 ditunda karena Covid-19.
Calon jemaah haji tersebut sudah ditunda keberangkatan haji dan justru diminta membayar biaya tambahan.
“Ini aspek keadilan dan apakah pantas tambahan Rp69 juta sehingga calon jemaah haji harus mencari uang sebesar itu dalam waktu yang singkat,”tukas Anggito.
Lebih lanjut, mantan Direktur Jenderal Haji & Umrah Kementerian Agama mengatakan kenaikan biaya perjalanan haji sebaiknya dinilai dari aspek kewajaran berdasarkan Istithaah.
Baca juga: Pimpinan Komisi VIII DPR Sebut Biaya Perjalanan Ibadah Haji 2023 akan Diputuskan pada 13 Februari
Anggito menuturkan bahwa tentunya setiap jemaah haji ingin kenaikan harga yang terbaik paling tidak di kisaran Rp8 juta sampai Rp12 juta.
“Wajar itu sesuai Istithaah ya nanti ditimbang-timbang saja berapa angka kenaikan yang wajar sesuai kemampuan,”tuturnya.
Dia menambahkan hal yang masih kontroversi yakni perhitungan nilai manfaat apakah sama seperti perbankan di mana nasabahnya mendapatkan imbal hasil syariah.
Atau berapa yang dihasilkan oleh BPKH kemudian yang dibagikan kepada jemaah.
“Jadi ini masih kontroversi sebetulnya bisa berakhir hal yang kontroversi apabila dana haji sudah masuk virtual account (VA),” ungkapnya.
Baca juga: Biaya Ibadah Haji Rp69 Juta Baru Usulan, Ditetapkan Paling Lambat 14 Februari
Dengan masuknya dana haji ke virtual account, Anggito memandang nilai manfaat akan lebih jelas kurangnya berapa.
Namun, kendalanya infrastruktur di Indonesia masuk belum memadai untuk menggunakan virtual account.
Tinggalkan Balasan