Kisah Nabi Nuh, dari Kaum Penyembah Patung hingga Banjir Datang

Jakarta

Nabi Nuh adalah satu dari sekian banyak manusia pilihan Allah SWT yang diangkat nabi. Dikutip dari buku Kisah Bapak dan Anak dalam Al-Qur’an oleh Adil Musthafa Andul Halim, nama lengkapnya adalah Nuh bin Laamik bin Mutawasylikh bin Khanuuh (Idris) bin Yarid bin Mahlaabil bin Qaniin bin Anusy bin Syiits bin Adam AS.

Sejumlah sirah mengenai Nabi Nuh beserta kaumnya tercantum dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Beberapa kisahnya akan dimuat pada tulisan ini sebagaimana dikutip dari buku Kisah Bapak dan Anak dalam Al-Qur’an.

Kaum Nabi Nuh Sebelum Allah Mengutusnya

Disebutkan bahwa rentang jarak kelahiran Nabi Nuh dan wafatnya Nabi Adam adalah 126 tahun. Selama kurun waktu tersebut, jumlah manusia semakin banyak. Sedikit demi sedikit dari mereka mulai beralih menyembah patung, dan meninggalkan ibadah kepada Allah.

Di antara kaum Nabi Nuh, ada orang saleh yang bernama Wadd. Dia adalah sosok yang disukai oleh orang-orang. Ketika dia meninggal dunia, orang-orang mengelilingi kuburannya yang berada di kota Babilonia, diiringi perasaan duka yang mendalam.

Iblis yang menyaksikan kesedihan orang-orang kemudian muncul dalam wujud manusia. Iblis berkata, “Aku melihat kesedihan kalian terhadap kematian orang ini. Apakah kalian mau aku bikinkan gambarnya di tempat perkumpulan kalian, agar kalian bisa selalu memandanginya?”

Mereka menjawab, “Iya, kami mau dibikinkan gambarnya.”

Lalu dia buatkan gambar laki-laki saleh ini, dan mereka meletakkan gambar itu di tempat berkumpul sehingga bisa selalu memandanginya.

Iblis melihat mereka senang menyaksikan gambar laki-laki saleh itu. Lalu dia berkata kepada mereka, “Apakah kalian mau jika aku bikinkan patung Wadd di rumah kalian semua, agar kalian dapat selalu mengingatnya?”

Mereka menjawab, “Kami mau dibikinkan patungnya untuk kami letakkan di rumah kami masing-masing.”

Lalu dia bikinkan untuk setiap rumah satu buah patung Wadd. Patung Wadd ini selalu orang-orang itu kenang dan cium. Kondisi ini terus berlanjut selama beberapa waktu.

Perilaku kaum itu terhadap patung Wadd selalu diperhatikan dan disaksikan oleh anak-anak mereka. Kemudian iblis menyesatkan dengan membujuk agar menjadikan patung Wadd sebagai tuhan sembahan.

Dakwah Nabi Nuh terdengar oleh Raja Darmasyil

Allah mengutus Nabi Nuh untuk mengajak kaumnya kembali beriman kepada Allah, serta meninggalkan sesembahan patung-patung. Allah juga menugaskan Nabi Nuh untuk memperingatkan kaumnya akan azab dan siksaan Allah, sebelum mengarah kepada mereka.

Namun dari mereka hanya sedikit yang mau mengikutinya. Mereka malah membalas seruan Nabi Nuh dengan penolakan, ejekan, dan menganggapnya orang gila. Bahkan mereka juga mengancam akan menganiaya Nabi Nuh beserta orang-orang yang sudah beriman lainnya.

Nabi Nuh berkata kepada kaumnya, seperti dalam Surah Al-A’raf ayat 59.

“Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).”

Dakwah Nabi Nuh terdengar hingga telinga seorang raja bernama Darmasyil. Ia bertanya kepada anak buahnya, “Hai para keturunan Qabil, suara apakah ini yang tidak pernah aku dengar sebelumnya?”

Mereka menjawab, “Baginda raja, ini ada lah suara seorang laki-laki yang bernama Nuh bin Laamik. Sebenarnya telah lama kami ketahui kegilaannya, dan ternyata sekarang ini kegilaan nya makin menjadi-jadi, sehingga dia mengucap kan kata-kata yang tidak karuan.”

Raja Darmasyil murka, lalu menyuruh anak buahnya membawa Nabi Nuh ke hadapannya. Saat Nabi Nuh sampai di hadapannya, si raja berkata kepadanya, “Siapakah kamu, sampai kamu berani menjelek-jelekkan tuhan kami?”

Nabi Nuh menjawab, “Aku adalah utusan Tuhan sekalian alam. Aku datang dengan membawa nasihat dari Tuhan kalian, agar kalian beriman dengan risalah yang aku bawa, dan kalian tinggalkan patung-patung sembahan kalian, serta perbuatan maksiat kalian.”

Si raja berkata, “Kamu mengajak kami untuk menyembah sesuatu yang tidak kami kenal. Kami yakin bahwa kamu adalah orang yang tidak berakal. Jika kamu memang kemasukan jin, kami obati kamu. Jika memang kamu adalah orang yang miskin, kami bantu kamu.”

Nabi Nuh pun berkata, “Aku bukanlah orang gila. Aku juga sama sekali tidak membutuhkan bantuan kalian. Yang aku inginkan hanyalah agar kalian mau mengucapkan kalimat bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan mengakui bahwa aku ini adalah utusan-Nya.”

Mendengar ucapannya, Raja Darmasyil marah dan berkata, “Seandainya hari ini bukanlah hari raya, pasti kamu sudah kami bunuh.”

Nabi Nuh mengajak mereka untuk memperhatikan kekuasaan Allah yang mana adalah pencipta alam semesta, tetapi kaumnya tetap saja sesat dan dalam kekafiran.

Banjir Besar Datang Membinasakan Orang-orang Kafir

Hari demi hari kemaksiatan kaum Nabi Nuh semakin menjadi-jadi. Mereka menganiaya Nabi Nuh dengan kejam. Salah seorang dari mereka berkata, “Orang gila ini (yang dia maksud adalah Nabi Nuh a.s.) juga berlaku seperti ini kepada para nenek moyang kita. Dan para nenek moyang kita tidak pernah mau menerima seruannya.”

Menghadapi sikap kaumnya yang tak kunjung bertaubat. Nabi Nuh putus asa dan mengadu kepada Allah, Setelah itu, ia berdoa kepada Allah agar kaumnya mendapatkan kebinasaan. Sebagaimana yang dikisahkan Surah Nuh ayat 26.

“Nuh berkata, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.”

Kemudian Allah segera mengabulkan doa Nabi Nuh, dan memerintahkannya untuk membuat perahu. Ia segera melaksanakan perintah Allah dengan mulai menyiapkan kayu, mengolah besi, dan material lainnya sesuai bimbingan Allah.

Ketika Nabi Nuh dan orang beriman lainnya sibuk membuat perahu, kaumnya lewat di dekatnya sambil menyaksikan. Mereka dengan sombongnya mengejek dan mencela perbuatannya tersebut.

Mereka berkata, “Wahai Nuh, sekarang kamu menjadi tukang kayu setelah sebelumnya kamu menjadi Nabi. “

Nabi Nuh menjawab sebagaimana dalam Surah Hud ayat 38: “Berkatalah Nuh, Jika kamu mengejek kami, sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagai mana kamu sekalian mengejek (kami). “

Ia melanjutkan pekerjaannya, hingga selesailah pembuatan perahu. Lalu Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk mengajak keluarga dan kaumnya yang beriman, serta membawa sepasang semua jenis hewan.

Setelah semua masuk ke dalam perahu, dan pintu perahu ditutup. Allah menurunkan hujan dengan sangat deras yang tidak pernah ada sebelumnya selama 40 hari 40 malam, dan semua mata air juga memancarkan air.

Saking besarnya banjir tersebut, dianalogikan seperti gulungan air yang bertabrakan juga naik ke atas sehingga membentuk gunung. Perahu itu terombang-ambing oleh air yang menenggelamkan orang-orang kafir.

Ketika Nabi Nuh memandangi banjir tersebut, beliau melihat anaknya, Kan’aan dan berkata, “Wahai anakku, berimanlah kepada Allah. Naiklah ke atas perahu ini sebelum kamu ditelan oleh gelombang air itu, dan ikut binasa bersama orang-orang kafir itu.”

Kan’aan menjawab seperti dalam Surah Hud ayat 43, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!”

Nuh berkata lagi sesuai dalam Surah Hud ayat 43, “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha Penyayang.”

Setelah semua penghuni bumi dan orang kafir tenggelam, kecuali orang-orang yang berada di atas perahu. Allah memerintahkan bumi untuk mengisap air yang memenuhi daratan, dan langit untuk segera berhenti menurunkan hujan.

Perahu berlabuh di sebuah gunung yang bernama al-Juudi. Gunung al-Juudi adalah satu-satunya gunung yang tidak ikut tenggelam. Allah SWT menjaga keberadaan perahu Nabi Nuh di Gunung al-Juudi selama 1000 tahun, sebagai suatu peringatan dan pelajaran bagi manusia.

Simak Video “Tradsi Asyuro di Kudus
[Gambas:Video 20detik]
(erd/erd)

Selengkapnya


Posted

in

by

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *