Kembalinya Penyakit Mulut dan Kuku

Jakarta

Di dunia “perbinatangan”, salah satu penyakit yang ditakuti oleh banyak negara adalah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang biasanya menempel pada tubuh hewan ternak, seperti sapi, kerbau, kambing, babi, dan sebagainya. Dampak penyakit ini meskipun kata ahli kesehatan tidak berbahaya bagi manusia tetapi cepat sekali menular pada hewan, sehingga kerugian peternak akan sangat besar. Untuk itu tindakan nyata dan cepat pemerintah sangat diperlukan segera.

PMK mempunyai mordibitas tinggi tetapi mortalitasnya rendah. PMK pernah mewabah di Indonesia pada tahun 1962 di Bali dan 1973 di Sulawesi Selatan. Daerah Enzootis (keberadaan penyakit atau penyebab penyakit dalam populasi binatang atau lingkungan geografis tertentu) adalah Jabar, Jateng, Bali, dan Sulawesi Selatan.

Sejak 1986 Indonesia melaporkan tidak ada lagi kasus PMK. Bahkan oleh Organisasi Kesehatan Hewan Internasional atau Office International des Pizooties (OIE), sejak 1990 Indonesia berstatus bebas PMK dengan status bebas tanpa vaksinasi. Sebuah capaian yang membanggakan, namun pengawasan harus tetap dilaksanakan dengan ketat tanpa terkecuali.

Sayangnya capaian tersebut tidak dijaga dengan baik, bahkan pengawasan terhadap ternak impor dikendorkan dengan alasan untuk mendapatkan impor ternak murah, tanpa ada persyaratan lagi bahwa ternak impor harus berasal dari negara bebas PMK seperti yang selama ini dilakukan. Apalagi niat itu sudah dipayungi secara hukum melalui UU No. 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan kemudian diubah menjadi UU No. 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan UU No.18 Tahun 2009. Jadi jangan heran jika PMK Kembali hadir di Indonesia.

Impor Daging

Terbitnya UU No. 41 Tahun 2014 merupakan awal kecerobohan pemerintah yang kemudian diikuti dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 4 Tahun 2016 tentang Pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan Dalam Hal Tertentu yang Berasal dari Negara atau Zona Dalam Suatu Negara Asal Pemasukan. Dengan peraturan ini, impor daging dari negara yang belum bebas PMK diperbolehkan. Maka masuklah impor daging kerbau dari India dan daging sapi dari Brazil, dan sebagainya.

Pemerintah melalui Siaran Pers Kementerian Pertanian Nomor 259/R-Kementan/o5/2022 menyatakan bahwa Kementan Siapkan Langkah Darurat Penanganan PMK di Jawa Timur. Kita ketahui Bersama bahwa outbreak PMK ditemukan di Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, dan Lamongan. Apa langkah Kementan dalam hal ini, karena kalau kita baca di literatur maupun jurnal terkait PMK, daerah terjangkit harus di-lockdown. Apakah daerah di atas sudah di-lockdown? Ternyata belum.

Lalu apakah masih ada perpindahan ternak keluar dari daerah outbreak? Diduga masih karena sampai hari ini belum ada “teriakan” resmi pemerintah tantang ini, seperti layaknya Covid-19. Saya sebagai awam baru mengetahui ada outbreak PMK dari media sosial, Siaran Pers Komite Pendayagunaan Pertanian, dan Siaran Pers Kementan. Namun sampai artikel ini dituis, belum ada langkah emergency response nyata dari Kementan, misalnya membuka posko, melakukan pengawasan transportasi ternak dengan ketat, pembakaran ternak di daerah terdampak serta menerbitkan berbagai Surat Edaran — layaknya penanganan Covid-19.

Memang di Siaran Pers Kementan sudah disampaikan 9 langkah penanganan, tetapi nyaris tak terdengar oleh publik dan media. Dampak dari PMK bukan hanya merugikan peternak hewan (sapi, kerbau, kambing dan babi yang utama) tetapi juga akan merugikan industri pangan (baik besar-menengah maupun UMKM) yang bahan bakunya berasal dari hasil peternakan seperti susu dan daging. Produk tersebut, jika diekspor pasti akan ditolak atau dilarang masuk negara dengan kontrol terhadap ternak dan hasil olahannya ketat, seperti Uni Eropa, Amerika, dan Australia.

Kebijakan pemerintah untuk mengizinkan impor hasil peternakan dari negara yang belum bebas PMK (misalnya Brazil dan India) hanya karena harga lebih murah merupakan keputusan bunuh diri yang secara ekonomi besar dampaknya. Saya dan beberapa tokoh atau aktivis peternakan pernah memberikan masukkan cukup keras ke pemerintah, namun pelaksanaan PP No. 4 Tahun 2016 tetap berjalan hingga hari ini. Belum ada pencabutan PP No. 4 Tahun 2016.

Beberapa negara yang telah bebas PMK pasti akan menolak atau memboikot produk industri peternakan Indonesia, seperti susu dan pangan lain yang bahan dasarnya menggunakan susu atau produk ternak lainnya. Bisa dibayangkan berapa kerugian perusahaan Fast Moving Consumer Goods (FMCG) yang banyak memproduksi pangan dan produk non pangan yang menggunakan bahan dasar dari peternakan.

Apa langkah pemerintah untuk menanggulangi ini? Apa rencana Kementerian Perdagangan dan Kementerian Luar Negeri untuk bicara dengan negara pengimpor produk Indonesia yang menggunakan bahan baku hasil peternakan?

Langkah Pemerintah

Pertama, untuk penanggulangan PMK Presiden harus segera membentuk task force atau Satuan Tugas yang tugasnya antara lain melakukan pemusnahan hewan yang tertular dan menyediakan anggaran yang cukup besar, tidak saja untuk pemberian vaksin dan pengobatan ternak, tetapi juga untuk pemberian bantuan langsung tunai (BLT) atau kompensasi kepada para peternak yang ternaknya terjangkit PMK atau dimusnahkan.

Kedua, pemerintah pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Peternakan-Kementerian Pertanian serta instansi terkait perlu segera mengambil langkah konkret untuk menghambat laju proses penularan PMK dari Jawa Timur ke provinsi lain.

Ketiga, pemerintah segera mengantisipasi implikasi merebaknya PMK ke propinsi lain yang berakibat munculnya hambatan ekspor karena dipastikan negara yang statusnya bebas PMK akan menolak atau melarang produk ternak apapun asal Indonesia

Keempat, pemerintah harus meninjau kembali berbagai peraturan dan kebijakan yang berpotensi masuknya ternak dari negara yang belum bebas PMK . Perlu segera ditetapkan kembali kebijakan maximum security atas masuknya produk hewan atau hewan ke wilayah Indonesia.

Kelima, Presiden harus segera memerintahkan untuk melakukan tracing atau penelusuran asal terjadi dan masuknya PMK ke wilayah negara kita dan memberikan sanksi tegas bagi yang bertanggung jawab atas masuknya Kembali PMK ke Indonesia.

Agus Pambagio pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen

(mmu/mmu)

Selengkapnya


Posted

in

by

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *