Jadi Korban Salah Tangkap, Sopir Truk Vs Negara Menang Ganti Rugi Rp 31 Juta

Jakarta

Sopir truk BBM, Guntur Novianto menjadi korban salah tangkap dan menghuni sel penjara selama 7 bulan. Tidak terima, warga Solo, Jawa Tengah (Jateng) itu menggugat negara meminta ganti rugi Rp 92 juta dan dikabulkan Rp 31,5 juta.

Kasus bermula saat Guntur ditangkap oleh polisi ketika melintas di Jalan Yogyakarta-Wates pada 28 Juni 2019. Guntur disangkakan membawa BBM bersubsidi. Guntur selaku truk kemudian ditahan.

Singkat cerita, Guntur diadili di PN Sleman. Pada 25 November 2019, Guntur dijatuhi hukuman 10 bulan penjara. Guntur tidak terima dan mengajukan banding.

Gayung bersambut. Pada 27 Januari 2020, Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta melepaskan Guntur. Majelis hakim tinggi menyatakan perbuatan Guntur itu bukanlah perbuatan pidana. Putusan ini dikuatkan Mahkamah Agung (MA) pada 20 Agustus 2020.

Setelah divonis lepas, Guntur tidak tinggal diam. Gugatan ganti rugi dilayangkan karena selama 7 bulan itu hak asasinya dirampas negara, salah satunya ia tidak bisa mencari nafkah hingga nama baiknya tercemar.

Pada 16 Juni 2021, Guntur menggugat Polri, Kejari Sleman dan Kemenkeu. Ia meminta ganti rugi Rp 92,3 juta. Singkat cerita, gugatan dikabulkan PN Sleman.

“Menetapkan ganti rugi Negara kepada Pemohon sebesar Rp 31.500.000,” demikian bunyi putusan PN Sleman yang dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Sleman, Kamis (30/12/2021).

Nah, karena tidak kunjung dibayar, Guntur lewat kuasa hukumnya Christiansen Aditya meminta negara segera membayar ganti rugi kliennya yang telah menghuni 7 bulan penjara tanpa dosa.

“Jadi sudah sangat jelas, amar hakim ini agar Kemenkeu membayarkan ganti rugi kepada klien kami. Jadi kami mewakili klien kami menuntut supaya Menkeu segera melaksanakan isi putusan pengadilan hakim tunggal praperadilan PN Sleman tersebut karena sudah berbulan-bulan lamanya tidak ada progres dari Kemenkeu,” kata Aditya saat jumpa pers di Solo, Kamis (30/12/2021).

“Kami sudah kirim surat dua kali. Kepada Kemenkeu pada 6 Oktober dan 11 Desember 2021. Pada intinya sama menginginkan Kemenkeu segera mencairkan uang ganti rugi,” sambung Aditya.

Aditya juga menilai bila Menkeu tidak segera mencairkan uang ganti rugi sesuai dengan putusan pengadilan tersebut, maka bisa menjadi preseden buruk di masyarakat.

“Jangan sampai ini jadi preseden buruk bagi masyarakat, bahwa tidak melaksanakan putusan pengadilan seenaknya. Jangan sampai menteri jadi contoh buruk bagi masyarakat, putusan pengadilan harus ditaati,” pungkas Aditya.

(asp/yld)

Selengkapnya


Posted

in

by

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *