Geger Letjen (Purn) Djadja Suparman, Ini Kasus yang Menjeratnya

Jakarta

Mantan Panglima Komando Daerah Militer V/Brawijaya, Letnan Jenderal (Purn) Djadja Suparman, akan dieksekusi ke penjara atas vonis 4 tahun dan denda Rp 30 juta pada 16 Juli mendatang. Djadja pun mempertanyakan kenapa baru dieksekusi sekarang. Lalu, seperti apa kasus korupsi yang menjerat Djadja?

Dirangkum detikcom, Minggu (10/7/2022), Djadja divonis penjara dalam kasus korupsi pembebasan lahan untuk tol di Malang. Perkara berawal dari kasus ruislag tanah di Waru, ketika Djadja Suparman menerima bantuan dana sebesar Rp 17,6 miliar dari PT Citra Marga Nusaphala Persada (CNMP) pada awal 1998.

Total uang tersebut digunakan untuk membeli tanah seluas 20 hektare senilai Rp 4,2 miliar di Pasrepan, Pasuruan dan juga untuk merenovasi Markas Batalion Kompi C yang ada di Tuban, serta mendirikan bangunan Kodam Brawijaya di Jakarta.

“Sisanya yang tinggal Rp 13,3 miliar itu tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh terdakwa,” kata ketua majelis hakim Letnan Jenderal Hidayat Manao, Jumat (27/9/2013) silam.

Djadja terbukti melanggar dakwaan subsider, yang dinyatakan bersalah telah melakukan korupsi uang negara senilai Rp 13,3 miliar.

Pembacaan vonis dengan 360 halaman yang dimulai, Kamis (26/9/2013), pukul 10.30-23.30 WIB, sempat diskors sebanyak tiga kali. Ketua majelis hakim dan dibantu dua anggota hakim Pengadilan Militer Tinggi II, Surabaya Jalan Raya Bandara Juanda Lama membaca dakwaan selama 13 jam.

“Dalam amar putusannya, terdakwa terbukti melanggar Pasal 1 ayat 1 A jo Pasal 28 Undang-Undang No 3 Tahun 1971 dalam dakwaan primer serta Pasal 1 ayat 1 B Undang-Undang No 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” kata ketua majelis hakim Letnan Jenderal Hidayat Manao, Jumat (27/9/2013) dini hari.

Putusan Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan yang dibacakan Oditur Militer Letnan Jenderal TNI Sumartono, satu bulan yang lalu, yakni 3 tahun dengan denda Rp 1 miliar.

Tanggapan Pengacara

Secara terpisah, penasihat hukum Djadja, Olises Tampubolon, mengatakan bahwa kliennya, Djadja Suparman, itu tidak layak mendapatkan yang dijerat pasal korupsi. Sebab, uang sebesar Rp 17,6 miliar dari PT CMNP itu adalah bentuk bantuan natura (jasa), bukan bantuan dana.

“Klien saya itu hanya mewakili saja dari PT CMNP. Karena tidak ada pimpinan proyek yang berani mengambil resiko dalam proyek pembangunan kodam,” kata Olises Tampubolon kepada sejumlah wartawan.

Simak selengkapnya pada berikutnya.

Simak juga Video: Terpopuler Sepekan: Mas Bechi Serahkan Diri Hingga Shinzo Abe Meninggal

[Gambas:Video 20detik]

Saksikan juga Sudut Pandang minggu ini: Jalur Maut Perlintasan Kereta.

[Gambas:Video 20detik]

Selengkapnya


Posted

in

by

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *