Bahaya Kawin Incest Suku Polahi di Gorontalo

Gorontalo

Suku Polahi di Gorontalo masih melanggengkan tradisi kawin sedarah alias Incest. Padahal, hubungan sedarah bisa berbahaya bagi anak keturunan mereka.

Di pedalaman Gorontalo, tepatnya di tengah-tengah hutan gunung Boliyohuto, hiduplah masyarakat suku Polahi. Kehidupan suku ini masih sangat primitif dan tertutup dari dunia luar.

Mereka masih melakukan tradisi kawin sedarah, baik antar saudara, antar ibu dengan anak laki-laki, maupun bapak dengan anak perempuan.

Incest atau inses hingga kini dianggap sebagai perilaku yang tabu, bahkan sebagian besar negara memiliki undang-undang yang melarang tentang inses atau pernikahan dengan kerabat dekat.

Selain norma, ada alasan lain mengapa hubungan inses disebut memiliki risiko tinggi. Sebuah penelitian menunjukkan berhubungan dengan kerabat dekat meningkatkan risiko keturunan lahir cacat.

Selain itu, orang dewasa yang lahir dari hubungan dengan kerabat dekat atau inses seringkali mengidap kondisi psikologis seperti kesulitan dalam menjalin relasi sosial, rendah diri, gangguan mental, depresi, gangguan stres pasca-trauma dan kepribadian ambang.

Efek lain dari hubungan sedarah adalah peningkatan risiko kemandulan. Sebuah studi juga menemukan bahwa 40 persen anak-anak yang orang tuanya adalah kerabat tingkat pertama (orang tua, anak, atau saudara kandung), lahir dengan gangguan resesif autosomal, kelainan fisik bawaan, atau defisit intelektual yang parah.

Menurut penelitian yang dilakukan pada anak-anak di Cekoslavia yang berasal dari hubungan incest, sebanyak 42 persen dari mereka mengalami cacat lahir serius atau kematian dan 11 persen mengidap gangguan mental atau defisit intelektual.

Antropolog Tidak Temui Kasus Cacat

Namun pada kasus suku Polahi, para peneliti masih belum bisa mengungkap mengapa keturunan suku Polahi dari kawin Incest tidak mengalami kecacatan yang sama dengan anak hasil kawin Incest yang lain.

“Yang unik adalah hasil keturunan mereka tidak ada yang cacat. Mereka normal normal saja. Tidak seperti yang biasa ada di negara-negara lain. Kalau nikah sedarah pasti cacat kan, kalau di Polahi itu tidak ada (yang cacat),” kata Yowan Tamu, Antropolog dari Universitas Negeri Gorontalo (UNG).

Yowan mengatakan dari kacamata antropologi, mungkin saja suku Polahi memiliki ritual khusus dalam kehidupan mereka sehingga anak yang dilahirkan tetap normal. Salah satunya mengonsumsi tumbuhan di dalam hutan yang mungkin masyarakat luar belum mengetahui khasiatnya.

“Mungkin saja mereka memang ada ritual. Seperti mengonsumsi tumbuhan tertentu, kan mereka tinggal di jauh di dalam hutan, di gunung, jadi otomatis kan namanya di gunung pasti banyak tumbuhan-tumbuhan yang mungkin kita belum tau khasiatnya,” pungkas Yowan.

—-

Artikel ini telah naik di detikSulsel dan bisa dibaca selengkapnya di sini.

Simak Video “Menikmati Panorama Keindahan Pulau Saronde Gorontalo
[Gambas:Video 20detik]
(wsw/ddn)




Selengkapnya


Posted

in

by

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *